Cerita tentang kegigihan seorang guru tak hanya ada di novel Laskar Pelangi. Ia ada di sekeliling kita. Sri Wulandari salah satunya. Dalam sebuah seminar, Muhammad Fauzil Adhim pernah bercerita tentang seorang guru di Amerika. Namanya Ron Clark. Clark mengajar di sekolah yang sederhana yang muridnya bermasalah. Di tempat baru ini berbagai tindakan tidak menyenangkan ia terima, seperti diledek, diludahi, disakiti. Tapi Clark menghadapi itu semua dengan kesabaran. Ia tetap mendidik muridnya dengan baik.
Ternyata kesabaran Clark membuahkan hasil. Sekolah itu menjadi terkenal dan menghasilkan murid-murid berprestasi. Usai bercerita, Muhammad Fauzil Adhim melontarkan pertanyaan, Apakah ada di antara Anda pernah mengalami seperti Clark? Tiba-tiba seorang peserta wanita bercadar mengangkat tangan. "Saya mengalami seperti yang dialami Clark, bahkan lebih parah". Ungkapnya. "Murid-murid saya sangat nakal, bahkan di hari-hari pertama saya mengajar, mereka membuat kepala saya migren berat". Imbuh perempuan itu sambil berurai air mata.
Dengan dedikasinya tinggi sebagai guru, wanita itu kemudian mampu mengubah muridnya menjadi lebih baik.
Dijahili Muridnya
Wanita itu bernama Sri Wulandari (37), guru di SMP dan SMA Islam Baiturrahman. Sekolah yang berada di jalan Ciliwung No. 61 Malang, Jawa Timur, ini memang sering menampung anak-anak yang tidak diterima di sekolah lain.
Menurut Sarjana Pendidikan dari IKIP Malang (Sekarang Universitas Negeri
Malang) ini, anak didiknya sudah bermasalah semenjak belum sekolah.
Mereka katanya, kebanyakan dari keluarga miskin, broken home, bahkan ada yang tak tahu ayah dan ibunya. Keadaan seperti itu, rupanya berpengaruh kapada perilaku anak.
Sebelum mengajar di sana, ia tak tahu kondisi sekolah itu. Suaminyalah
yang menjerumuskan ke situ. Tanpa pikir panjang, ketika suaminya
menawari untuk mengajar di sana, ia langsung mengiyakan. "Saya kira kondisi murid-murid di sana sama baiknya dengan sekolah lainya", Ujar wanita kelahiran Malang, 27 November 1972 ini.
Perkiraan Wulan, begitu ia bisa dipanggil, meleset. Begitu masuk
sekolah, ia melihat banyak murid yang merokok, rambut gondrong, dicat,
dan pakai anting di telinganya. "Kepala saya langsung pusing", Katanya.
Melihat anak-anak yang kelihatanya susah diatur itu, Wulan harus
berfikir tampil berwibawa, apalagi ia seorang perempuan. Itu agar ia
tidak dilecehkan.Caranya, ia bersikap keras. Marah sambil membentak
adalah hal yang sudah biasa ia lakukan, bila ada murid melanggar
aturanya. Lantas apa yang terjadi? Jangankan efektif, muridnya malah
jadi tambah benar-benar sulit diatur. Mereka malah berbalik mengerjain
dirinya.
Pernah saat ia mengajar, malah sebagian siswa menonton film porno di
kelas. lewat ponsel. Tanpa malu, film cabul itu ditunjukan kepada
dirinya.
Tak hanya itu suatu saat, pas lonceng istirahat berbunyi, tiba-tiba
pintu kelas dikunci, sekelompok siswa mendekatinya. Di antara mereka
kemudian ada yang memberi komando, "Ayo kita kerjain Bu Wulan".
Untung Wulan pernah ikut pencak silat hingga Sabuk Hitam. Tidak ingin
terjadi sesuatu terhadap dirinya, ia menggertak duluan. Nyali merekapun
ciut, kapok?
Ternyata tidak, kali ini yang menjadi sasaran adalah sepeda motor Wulan. Banya dikempesin dan pentilnya dibuang.
Yang membuat Wulan tambah pusing, mereka tak hanya nakal, namun juga
malas. Ada saja alasan, kalau diajak belajar. Pernah suatu hari salah
seorang siswanya memilih kabur loncat pagar setinggi tiga meter saat
disuruh belajar. Saking malasnya juga, beberapa muridnya ada yang tidak
membawa buku dan pena, setiap hari.
Menjadi Teman Curhat
Cara keras tak berhasil, Ibu tiga anak ini mencoba cara lain. Ia
melakukan pendekatan pesuasif, dengan lebih banya berdialog dan
mendengar masalah-masalah muridnya.Ia juga berusaha mencuri perhatian
dengan mencari hal-hal yang disukai muridnya. "Jika sudah suka, maka gampang diajak apapun", Ujarnya.
Tak heran, saat mengajar Wulan sering membawa permen atau jajanan
lainya.Bahkan tak jarang ia mentraktir murid-muridnya makan baso. Ia
juga memberi hadiah dan selalu membawa buku dan pensil untuk dipinjamkan
kepada anak-anak didiknya yang tidak membawanya.
Dan hampir setiap hari Wulan hanya membahas masalah-masalah muridnya
satu persatu. Misalnya, tentang minuman keras dan menonton video porno,
ia membahasnya secara agama dan biologi.
Praktis, selama tiga bulan Wulan tak mengajar sebagaimana mestinya.,
melainkan menjadi konsultan untuk murid-muridnya. Jika masuk kelas,
hanya ngobrol dan mendiskusikan masalah-masalah masing-masing muridnya.
Tak pelak banyak siswa yang curhat kpadanya tentang berbagai banyak hal.
Cara ini ternyata jitu. Kini Wulan bisa diterima dengan baik oleh
murid-muridnya, bahkan disegani. Kedatanganyapun selalu dinanti-nanti.
Jika datang, motornya diparkirkan dan tasnya dibawakan murid-muridnya.
Wulan pun selalu mengajak murid-muridnya untuk selalu berdoa
bersama-sama. Dalam doa yang diucapkan secara keras itu, ia selalu
memohon agar muridnya selalu mendapat hidayah dan menjadi lebih baik. "Alhamdulillah, banyak murid yang sudah sadar," Kata Wulan.
Wulan bersyukur, sebagian muridnya kini telah berhasil. Misalnya,
muridnya yang dulu pernah loncat pagar, kini menjadi anggota TNI.
Muridnya yang pecandu narkoba, kini menjadi manager sebuah restoran di
Bali. Menurut kepala sekolah SMA Baiturrahman, Ardjo Al-Hafidh, Wulan
merupakan sosok panutan siswa. Selain mengajarkan lmu, ia juga peduli
kepada persoalan murid-muridnya. "Dia suka mencarikan dana dan pekerjaan untuk siswanya", Kata Ardjo. "Bahkan", Tambah Ardjo, "Setiap mendapat gaji selalu diberikan legi ke sekolah untuk biaya operasional".
Peran Orang Tua
Wulan adalah putri dari pasangan Musa Abdurrahim, seorang guru agama dan Nurhayati seorang perawat. Dari segi ekonomi, keluarga ini termasuk berkecukupan. meski sejak kecil, Wulan selalu dididik untuk mandiri. "Sejak kelas 3 SD, saya sudah disuruh jualan singkong goreng keliling kampung"Ujar Wulan yang mengaku membiayai sekolahnya sendiri, mulai SMP hingga kuliah.
Saat kuliah, ia dijuluki teman-temanya raja konveksi. Bagaimana tidak,
dari usahanya membuat kerpus (sejenis tutup kepala perempuan), ia bisa
membiayai kuliahnya dan memberdayakan teman-temanya.
Soal agama, Orang tuanya memang cukup tegas mendidik Wulan. Ia mengaku,
jika susah bangun sholat subuh, orang tuanya selalu menyiramnya dengan
air. Tapi dari situlah, semangat keislamanya tumbuh.
Makanya, saat sekolah di SMA 8 Malang tahun 1988, Wulan sudah memutuskan
untuk berjilbab, padahal waktu itu belum ada siswa yang berani
berjilbab. Da peraturan di sekolahnya melarang muridnya untuk memakai
jilbab. Tak pelak, gara-gara memakai jilbab, Wulan setiap hari, sekitar
setengah jam dimasukan ke toilet, WC hingga upacara usai karena dianggap
melanggar peraturan sekolah.
Kisah ini dikutip dari majalah Hidayatullah
0 comments:
Post a Comment